Sabtu, 30 April 2011

Ma’ Nene’, Ritual Unik Suku Toraja


di kutip dari Andari Karina Anom
Tana Toraja di Sulawesi Selatan sudah lama terkenal dengan alam pegunungannya
yang permai serta ritual adatnya yang unik. Yang paling tersohor, tentu saja, pesta
Rambu Solo yang digelar menjelang pemakaman tokoh yang dihormati. Tiap tahun
pesta yang berlangsung di beberapa tempat di Toraja ini senantiasa mengundang
kedatangan ribuan wisatawan.
Selain Rambu Solo, sebenarnya ada satu ritual adat nan langka di Toraja, yakni
Ma’ Nene’, yakni ritual membersihkan dan mengganti busana jenazah leluhur.
Ritual ini memang hanya dikenal masyarakat Baruppu di pedalaman Toraja
Utara — sebuah kabupaten baru. Biasanya, Ma’ Nene’ digelar tiap bulan Agustus.
Saat Ma’ Nene’ berlangsung, peti-peti mati para leluhur, tokoh dan orang tua,
dikeluarkan dari makam-makam dan liang batu dan diletakkan di arena upacara.
Di sana, sanak keluarga dan para kerabat sudah berkumpul. Secara perlahan,
mereka mengeluarkan jenazah (baik yang masih utuh maupun yang tinggal
tulang-belulang) dan mengganti busana yang melekat di tubuh jenazah dengan yang baru.
Mereka memperlakukan sang mayat seolah-olah masih hidup dan tetap menjadi
bagian keluarga besar.
Ritual Ma’ Nene’ oleh masyarakat Baruppu dianggap sebagai wujud kecintaan
mereka pada para leluhur, tokoh dan kerabat yang sudah meninggal dunia.
Mereka tetap berharap, arwah leluhur menjaga mereka dari gangguan jahat,
hama tanaman, juga kesialan hidup.
Dari mana asal muasal ritual Ma’ Nene’ di Baruppu? Kisah turun-temurun
menyebutkan, pada zaman dahulu terdapatlah seorang pemburu binatang
bernama Pong Rumasek. Saat sedang berburu di kawasan hutan pegunungan
Balla, bukannya menemukan binatang hutan, ia malah menemukan jasad
seseorang yang telah lama meninggal dunia. Mayat itu tergeletak di bawah
pepohonan, telantar, tinggal tulang-belulang.
Merasa kasihan, Pong Rumasek kemudian merawat mayat itu semampunya.
Dibungkusnya tulang-belulang itu dengan baju yang dipakainya, lalu diletakkan
di areal yang lapang dan layak. Setelah itu, Pong Rumasek melanjutkan perburuannya.
Tak dinyana, semenjak kejadian itu, setiap kali Pong Rumasek berburu,
ia selalu beroleh hasil yang besar. Binatang hutan seakan digiring ke dirinya.
Bukan hanya itu, sesampainya di rumah, Pong Rumasek mendapati tanaman
padi di sawahnya pun sudah menguning, bernas dan siap panen sebelum waktunya.
Pong Rumasek menganggap, segenap peruntungan itu diperolehnya berkat
welas asih yang ditunjukkannya ketika merawat mayat tak bernama yang
ditemukannya saat berburu.
Sejak itulah, Pong Rumasek dan masyarakat Baruppu memuliakan mayat
para leluhur, tokoh dan kerabat dengan upacara Ma’ Nene’.
Dalam ritual Ma’ Nene’ juga ada aturan tak tertulis yang mengikat warga.
Misalnya, jika seorang istri atau suami meninggal dunia, maka pasangan
yang ditinggal mati tak boleh kawin lagi sebelum mengadakan Ma’ Nene’ untuknya.
Ketika Ma’ Nene’ digelar, para perantau asal Baruppu yang bertebaran
ke seantero negeri akan pulang kampung demi menghormati leluhurnya.
Warga Baruppu percaya, jika Ma’ Nene’ tidak digelar maka leluhur juga
akan luput menjaga mereka. Musibah akan melanda, penyakit akan menimpa
warga, sawah dan kebun tak akan menghasilkan padi yang bernas dan tanaman yang subur.......
di kutip dari yahoo.com

Tidak ada komentar:

Entri Populer